Fany dan Uang yang Hilang - Cerita Pendek Anak

 


Di sebuah sekolah dasar yang ceria, ada seorang siswi bernama Fany. Ia dikenal anak-anak lain sebagai gadis yang sederhana. Fany berasal dari keluarga yang tidak mampu. Setiap hari, ia hanya sarapan di rumah dan tidak pernah membawa uang jajan. Karena itu, beberapa teman suka mengejeknya. Tapi Fany tidak pernah membalas. Ia hanya tersenyum dan tetap bersikap baik.

Suatu hari, saat jam istirahat, semua anak keluar kelas. Ada yang bermain ke taman, ada juga yang langsung menyerbu kantin. Fany tetap di kelas, seperti biasanya.

Ketika hendak keluar menuju taman untuk duduk-duduk, Fany melihat selembar uang Rp20.000 tergeletak di lantai, tepat di depan pintu kelas.

"Wah... ini uang siapa, ya?" gumamnya pelan.

Alih-alih menyimpannya diam-diam, Fany langsung berjalan ke ruang guru dan melaporkannya.

"Pak Guru, saya menemukan uang di depan kelas. Ini bukan milik saya," katanya sambil menyerahkan uang itu.

Pak Guru pun tersenyum. "Terima kasih, Fany. Kamu anak yang jujur."

Setelah istirahat usai, Pak Guru mengumumkan di depan kelas.

"Anak-anak, Fany menemukan uang Rp20.000. Siapa pun yang merasa kehilangan, silakan acungkan tangan."

Tiga tangan terangkat: Bimo, Desi, dan Dani.

Pak Guru memanggil mereka untuk bertemu seusai pelajaran.

Sore harinya, di ruang guru...

Pak Guru bertanya, "Bimo, berapa uangmu yang hilang?"

"Rp5.000, Pak," jawab Bimo mantap.

"Desi?"

"Rp20.000, Pak."

"Dani?"

"Eee... saya... Rp15.000, Pak," jawab Dani agak gugup.

"Lalu, kalian kehilangannya di mana?"

Bimo menjawab, "Di taman, Pak."

Desi menjawab, "Tadi pagi uangku masih di tas. Tapi pas mau jajan, uangnya hilang. Mungkin hilang di kelas."

Dani bingung. "Aku juga... eh, di taman, Pak."

Pak Guru berpikir sejenak, lalu menyerahkan uang itu pada Desi.

"Ini uangmu, Desi. Lain kali hati-hati, ya."

Lalu beliau menoleh ke Bimo. "Bimo, uang yang kamu hilangkan beda jumlahnya dan tempat kehilangannya juga beda. Kamu harus hati-hati."

Dan kepada Dani, Pak Guru berkata dengan lembut tapi tegas, "Dani, kejujuran itu penting. Jangan mengaku-ngaku kalau bukan milikmu. Bohong bisa membuatmu mendapat masalah, lho."

Dani menunduk malu.

Keesokan harinya, jam istirahat pun tiba. Fany, seperti biasa, duduk sendiri di kelas sambil menggambar.

Tiba-tiba, Desi muncul di depan pintu.

"Fany, yuk main di taman bareng aku!" ajaknya ceria.

Fany kaget. "Eh? Sama aku?"

"Iya dong! Aku bawa bekal, kita makan bareng ya. Kamu anak yang baik dan jujur. Aku mau temenan sama kamu!"

Wajah Fany pun berbinar. Ia tersenyum lebar dan mengangguk.

Akhirnya, Fany dan Desi pun bersahabat. Mereka bermain bersama, tertawa, dan berbagi bekal. Hari-hari Fany yang dulu sepi, kini jadi lebih berwarna.

Pesan Moral:

Kejujuran adalah harta yang tak ternilai. Meskipun sederhana, kebaikan hati bisa membuat kita dihargai dan disayangi oleh orang lain.