Sepatu Tua untuk Bintang Kecil


Langit pagi di Lembah Baliem belum sepenuhnya terang, tapi Yoseph sudah melompat dari tempat tidurnya yang terbuat dari tikar pandan. Ia menyambar baju seragamnya yang sudah mulai pudar warnanya, menepuk-nepuk debu dari celana, lalu berlari keluar—tanpa alas kaki seperti biasa.

“Yos, sandalnya mana?” teriak mama dari dapur, sambil mengaduk bubur ubi.

“Udah rusak, Ma! Gak papa, kaki Yoseph kuat!” jawabnya sambil nyengir, walau sebenarnya jempol kakinya masih bengkak dari perjalanan kemarin.

Setiap hari, Yoseph menempuh 7 kilometer jalan berbatu dan berlumpur menuju sekolah. Ia tak pernah mengeluh. Bahkan ketika teman-temannya menertawakannya karena kaki dekil dan kuku kotor, Yoseph hanya tertawa balik, “Yang penting otak bersih!”

Suatu pagi, guru olahraga mengumumkan lomba lari antar kecamatan. Hadiahnya: sepatu olahraga asli.

Sepatu!

Itu kata paling keramat bagi Yoseph. Ia langsung mendaftar, meski tak satu pun dari keluarganya yakin.

Hari lomba tiba. Di garis start, Yoseph berdiri di antara anak-anak lain yang mengenakan sepatu keren dan kaus olahraga. Ia? Kaos bolong dan kaki telanjang.

“Eh, itu anak kampung ngapain ikut?” ejek salah satu peserta.

Yoseph hanya tersenyum, menatap lintasan tanah merah yang memanjang seperti jalan menuju mimpinya.

Peluit berbunyi.

Debu beterbangan.

Anak-anak berlari, dan Yoseph seperti terbang. Langkahnya ringan, seperti sudah hafal setiap lubang di jalan itu. Darah mulai menetes dari telapak kakinya yang terkena batu tajam, tapi ia terus berlari. Dalam benaknya, hanya ada satu gambar: sepasang sepatu di etalase toko.

Ketika ia menyentuh garis finis, penonton hening.

Yoseph menang.

Ia menang dengan kaki berdarah, napas tersengal, dan senyum paling lebar yang pernah terlihat di lembah itu.

Berita tentang anak Papua yang memenangkan lomba lari tanpa sepatu menyebar ke mana-mana. Banyak yang datang ingin memberinya hadiah. Tapi ketika ditanya ingin apa, Yoseph hanya menjawab, “Saya ingin jalan kaki ke sekolah lebih banyak lagi... supaya bisa lebih cepat mengejar mimpi.”

Catatan:
Cerita ini adalah cerita fiksi yang diadaptasi dari kisah nyata. Inspirasi kisah ini datang dari Julius Yego, atlet lari dan lempar lembing asal Kenya, yang berlatih tanpa perlengkapan olahraga layak, bahkan menonton YouTube untuk belajar teknik sendiri. Dalam salah satu fase hidupnya, ia berlari tanpa sepatu karena tidak mampu membelinya. Kisahnya menginspirasi dunia karena menunjukkan bahwa tekad dan semangat jauh lebih kuat dari keterbatasan.